Kodok dan katak
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Artikel ini membutuhkan lebih banyak catatan kaki untuk pemastian. Silakan bantu memperbaiki artikel ini dengan menambahkan catatan kaki dari sumber yang terpercaya. |
?Kodok dan Katak Rentang fosil: Jura - Kini |
||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Bangkong kolong (Bufo melanostictus)
|
||||||||
Klasifikasi ilmiah | ||||||||
|
||||||||
Subordo | ||||||||
Archaeobatrachia Mesobatrachia Neobatrachia - Daftar suku-suku kodok |
Kodok (bahasa Inggris: frog) dan katak alias bangkong (b. Inggris: toad) adalah hewan amfibia yang paling dikenal orang di Indonesia.
Anak-anak biasanya menyukai kodok dan katak karena bentuknya yang lucu,
kerap melompat-lompat, tidak pernah menggigit dan tidak membahayakan.
Hanya orang dewasa yang kerap merasa jijik atau takut yang tidak
beralasan terhadap kodok.
Kedua macam hewan ini bentuknya mirip. Kodok bertubuh pendek, gempal
atau kurus, berpunggung agak bungkuk, berkaki empat dan tak berekor (anura: a tidak, ura
ekor). Kodok umumnya berkulit halus, lembap, dengan kaki belakang yang
panjang. Sebaliknya katak atau bangkong berkulit kasar berbintil-bintil
sampai berbingkul-bingkul, kerapkali kering, dan kaki belakangnya sering
pendek saja, sehingga kebanyakan kurang pandai melompat jauh. Namun
kedua istilah ini sering pula dipertukarkan penggunaannya.
Daftar isi |
Kehidupan kodok dan katak
Kodok dan katak mengawali hidupnya sebagai telur yang diletakkan induknya di air, di sarang busa, atau di tempat-tempat basah lainnya. Beberapa jenis kodok pegunungan menyimpan telurnya di antara lumut-lumut yang basah di pepohonan. Sementara jenis kodok hutan
yang lain menitipkan telurnya di punggung kodok jantan yang lembap,
yang akan selalu menjaga dan membawanya hingga menetas bahkan hingga
menjadi kodok kecil.Sekali bertelur katak bisa menghasilkan 5000-20000
telur, tergantung dari kualitas induk dan berlangsung sebanyak tiga kali
dalam setahun.
Telur-telur kodok dan katak menetas menjadi berudu atau kecebong (b. Inggris: tadpole), yang bertubuh mirip ikan gendut, bernapas dengan insang
dan selama beberapa lama hidup di air. Perlahan-lahan akan tumbuh kaki
belakang, yang kemudian diikuti dengan tumbuhnya kaki depan,
menghilangnya ekor dan bergantinya insang dengan paru-paru. Setelah masanya, berudu ini akan melompat ke darat sebagai kodok atau katak kecil.
Kodok dan katak kawin pada waktu-waktu tertentu, misalnya pada saat bulan mati atau pada ketika menjelang hujan. Pada saat itu kodok-kodok jantan akan berbunyi-bunyi untuk memanggil betinanya, dari tepian atau tengah perairan. Beberapa jenisnya, seperti kodok tegalan (Fejervarya limnocharis) dan kintel lekat alias belentung (Kaloula baleata),
kerap membentuk ‘grup nyanyi’, di mana beberapa hewan jantan berkumpul
berdekatan dan berbunyi bersahut-sahutan. Suara keras kodok dihasilkan
oleh kantung suara yang terletak di sekitar lehernya, yang akan menggembung besar manakala digunakan.
Pembuahan
pada kodok dilakukan di luar tubuh. Kodok jantan akan melekat di
punggung betinanya dan memeluk erat ketiak si betina dari belakang.
Sambil berenang di air, kaki belakang kodok jantan akan memijat perut
kodok betina dan merangsang pengeluaran telur. Pada saat yang bersamaan
kodok jantan akan melepaskan spermanya ke air, sehingga bisa membuahi telur-telur yang dikeluarkan si betina.
-
Kodok tegalan dewasa
Habitat dan makanan
Kodok dan katak hidup menyebar luas, terutama di daerah tropis yang berhawa panas. Makin dingin tempatnya, seperti di atas gunung atau di daerah bermusim empat (temperate),
jumlah jenis kodok cenderung semakin sedikit. Salah satunya ialah
karena kodok termasuk hewan berdarah dingin, yang membutuhkan panas dari
lingkungannya untuk mempertahankan hidupnya dan menjaga metabolisme
tubuhnya.
Hewan ini dapat ditemui mulai dari hutan rimba, padang pasir, tepi-tepi sungai dan rawa, perkebunan dan sawah,
hingga ke lingkungan pemukiman manusia. Bangkong kolong, misalnya,
merupakan salah satu jenis katak yang kerap ditemui di pojok-pojok rumah
atau di balik pot di halaman. Katak pohon menghuni pohon-pohon rendah
dan semak belukar, terutama di sekitar saluran air atau kolam.
Kodok memangsa berbagai jenis serangga yang ditemuinya. Kodok kerap
ditemui berkerumun di bawah cahaya lampu jalan atau taman, menangkapi serangga-serangga yang tertarik oleh cahaya lampu tersebut.
Sebaliknya, kodok juga dimangsa oleh pelbagai jenis makhluk yang lain: ular, kadal, burung-burung seperti bangau dan elang, garangan, linsang, dan juga dikonsumsi manusia.
Kodok membela diri dengan melompat jauh, mengeluarkan lendir dan
racun dari kelenjar di kulitnya; dan bahkan ada yang menghasilkan
semacam lendir pekat yang lengket, sehingga mulut pemangsanya akan
melekat erat dan susah dibuka.
Reproduksi
Pada saat bereproduksi katak dewasa akan mencari lingkungan yang
berair. Disana mereka meletakkan telurnya untuk dibuahi secara
eksternal. Telur tersebut berkembang menjadi larva dan mencari nutrisi
yang dibutuhkan dari lingkungannya, kemudian berkembang menjadi dewasa
dengan bentuk tubuh yang memungkinkannya hidup di darat, sebuah proses
yang dikenal dengan metamorfosis. Tidak seperti telur reptil dan burung, telur katak tidak memiliki cangkang dan selaput embrio. Sebaliknya telur katak hanya dilindungi oleh kapsul mukoid yang sangat permeabel sehingga telur katak harus berkembang di lingkungan yang sangat lembap atau berair.
Kodok dan manusia
Sudah sejak lama kodok dikenal manusia sebagai salah satu makanan lezat. Di rumah-rumah makan Tionghoa, masakan kodok terkenal dengan nama swie kee. Disebut 'ayam air' (swie: air, kee: ayam) demikian karena paha kodok yang gurih dan berdaging putih mengingatkan pada paha ayam. Selain itu, di beberapa tempat di Jawa Timur, telur-telur kodok tertentu juga dimasak dan dihidangkan dalam rupa pepes telur kodok.
Katak berperan sangat penting sebagai indikator pencemaran
lingkungan. Tingkat pencemaran lingkungan pada suatu daerah dapat
dilihat dari jumlah populasi katak yang dapat ditemukan di daerah
tersebut. Latar belakang penggunaan katak sebagai indikator lingkungan
karena katak merupakan salah satu mahluk purba yang telah ada sejah
ribuan tahun lalu. Jadi katak tetap exist dengan perubahan iklim bumi.
Tentunya hanya pengaruh manusialah yang mungkin menyebabkan terancamnya
populasi katak. Salah satunya adalah pembuangan limbah berbahaya oleh
manusia ke alam. Limbah berbahaya inilah yang bisa mengancam keberadaan
katak pada daerah yang tercemar. Selain itu, karena pentingnya kedudukan
katak dalam rantai makanan, maka pengurangan jumlah katak akan
menyebabkan terganggunya dinamika pertumbuhan predator katak. Bahkan
terganggunya populasi katak dapat berakibat langsung dengan punahnya
predator katak.
Akan tetapi yang lebih mengancam kehidupan kodok sebenarnya adalah
kegiatan manusia yang banyak merusak habitat alami kodok, seperti
hutan-hutan, sungai dan rawa-rawa. Apalagi kini penggunaan pestisida
yang meluas di sawah-sawah juga merusak telur-telur dan berudu katak,
serta mengakibatkan cacat pada generasi kodok yang berikutnya.
Jenis-jenis kodok dan katak
Beberapa jenis kodok yang umum didapatkan di Indonesia, di antaranya adalah
- bangkong bertanduk (Megophrys montana), di gunung-gunung
- bangkong serasah (Leptobrachium hasseltii), di hutan
- bangkong sungai (Bufo asper), di sekitar sungai
- bangkong kolong (B. melanostictus), di lingkungan rumah
- belentung (Kaloula baleata)
- kongkang kolam (Rana chalconota), di sekitar kolam, saluran air dan sungai
- kongkang gading (Rana erythraea), di kolam dan telaga
- bancet hijau (Occidozyga lima), di sawah-sawah
- kodok tegalan (Fejervarya limnocharis), di sawah dan tegalan
- kodok sawah (Fejervarya cancrivora), di sawah dan pematang
- kodok batu (Limnonectes macrodon), di sekitar sungai dan saluran air di kebun
- katak-pohon bergaris (Polypedates leucomystax), di dekat kolam dan genangan di kebun
- precil jawa (Microhyla achatina)
Kodok hutan:
- kongkang racun (Rana hosii), di hutan pedalaman
- kodok-puru hutan (Ingerophrynus biporcatus)
- katak kepala-pipih kalimantan (Barbourula kalimantanensis), berstatus terancam kepunahan, satu-satunya kodok yang tidak berparu-paru
- bangkong tuli (Limnonectes kuhlii), di tepi sungai atau aliran air
Berikut adalah beberapa jenis kodok yang berstatus kritis dan terancam di Indonesia.
- kodok merah (Leptophryne cruentata), berstatus kritis, endemik Jawa Barat
- kodok pohon ungaran (Philautus jacobsoni), kritis, endemik hutan Jawa Tengah
- kongkang jeram (Hula masonii), berstatus rentan, endemik Taman Nasional Gunung Halimun
- kodok pohon mutiara (Nytixalus margaritifer), rentan, endemik Taman Nasional Gunung Halimun
- kodok pohon kaki putih (Philautus pallidipes), rentan, endemik Taman Nasional Gunung Halimun
- kodok pohon jawa (Rhacophorus javanus), rentan, endemik Taman Nasional Gunung Halimun
- Bufo valhallae, endemik di Pulau Weh.
Daftar pustaka
- (Inggris) Duellman, William E., Schlager, Neil (2003). "Animal Life Encyclopedia: Volume 6 Amphibians". Thomson-Gale ISBN 0-7876-5782-4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar